Dana Fantastis Untuk Menggelar Pilkada Serentak 2015

Dana Fantastis Untuk Menggelar Pilkada Serentak 2015

Summary

Penyelenggaraan Pilkada serentak 2015 menghabiskan dana hingga Rp 7,1 triliun

Pemilihan Kepala Daerah yang akan diselenggarakan serentak pada 9 Desember 2015 menelan biaya sekitar Rp 7,1 triliun. Jumlah tersebut tergolong fantastis dan jauh lebih besar ketimbang Pilkada di tahun 2010. Pilkada serentak tersebut akan dilakukan guna melaksanakan sebanyak 269 Pilkada yang terdiri dari sembilan pemilihan gubernur dan wakil gubernur, 224 pemilihan bupati dan wakil bupati serta 36 pemilihan wali kota dan wakil wali kota.

Daerah-daerah yang mengikuti Pilkada serentak 2015 ini terdiri dari 9 provinsi antara lain  Sumatera Barat, Kepulauan Riau, Bengkulu, Jambi, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara. Adapun daerah lain yang turut mengikuti Pilkada ini terdiri dari 170 kabupaten dan 26 kota. Komisi Pemilihan Umum (KPU) memang menggelar serentak seluruh Pilkada yang masa jabatan pemerintahannya berakhir 2015 dalam satu waktu.

pilkada serentak 3

Adanya pilkada serentak membuat rakyat tak perlu datang ke bilik suara berkali-kali

Ternyata, Pilkada serentak 2015 yang baru dilaksanakan pertama kali di Indonesia ini menelan biaya hingga triliunan rupiah. Dana tersebut disinyalir jauh lebih besar ketimbang penyelenggaraan Pilkada di tahun-tahun sebelumnya. Sebelumnya, pada tingkat Kabupaten/Kota satu putaran Pilkada menghabiskan anggaran antara Rp. 5-28 miliar. Pada tingkat Provinsi, Pilkada membutuhkan dana sebanyak Rp. 60-78 miliar.  Setelah diakumulasikan total dana untuk Pilkada serentak ini mencapai Rp 7,1 triliun.

Dana ini memang mayoritas dipergunakan untuk fasilitas kampanye masing-masing calon kepala daerah. Biaya yang membengkak ini terjadi karena ada sejumlah biaya kampanye yang harus ditanggung negara.

Presiden Joko Widodo pun mengutarakan bahwa dana Pilkada  serentak 2015 yang hampir mencapai Rp7 triliun tersebut seluruhnya ditanggung oleh Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah (APBD). Keputusan Presiden tersebut murni berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 tahun 2015 mengenai Pilkada, di mana pendanaan kegiatan Pilkada akan dibebankan pada APBD dan dapat didukung oleh APBN. Namun, ada biaya-biaya yang harus ditanggung oleh calon pasangan kandidat masing-masing daerah.

Biaya yang tidak ditanggung oleh negara antara lain biaya pengamanan Pilkada, biaya pertemuan terbatas, tatap muka dan dialog yang termasuk dalam tiga jenis kampanye yang tak melanggar larangan kampanye dan aturan perundang-undangan. Anggota KPU, Ida Budhiati, menjelaskan, ada tiga jenis kampanye yang pembiayaannya masih harus ditanggung oleh pasangan calon dan menjadi dasar formula dalam pembatasan biaya kampanye.

Sementara itu pemasangan alat peraga untuk keperluan kampanye juga dibatasi. Para calon hanya dapat memasang alat peraga di tempat yang telah ditentukan oleh KPU setempat. Pun mengenai ukuran alat peraga dan nilainya akan diatur.

Dikutip dari Kompas, Ketua Komisi II DPR Rambe Kamarul Zaman mengatakan bahwa nilai barang yang akan diberikan oleh pasangan calon kepada peserta kampanye dibatasi, yaitu harganya tidak boleh melebihi Rp 50.000 per orang.

Anggaran Pilkada Meningkat

Pelaksanaan Pilkada serentak ini bertujuan untuk mempersingkat waktu pemilihan serta menghemat biaya anggaran. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota yang ditandatangani dan disahkan oleh mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 2 Oktober 2014, sistem pemilihan kepala daerah diubah kembali menjadi pemilihan secara langsung. Keputusan tersebut diambil guna mengatasi masalah efisiensi anggaran.

Namun yang terjadi malah sebaliknya. Anggaran Pilkada meningkat drastis sekitar 40 persen, seperti yang diutarakan oleh Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo.

“Anggaran tahun ini memang cukup mengejutkan, dari perhitungan yang hanya Rp 4,8 triliun tapi ternyata karena kita serentak justru meningkat menjadi Rp 7,1 triliun,” ungkap Tjahjo dikutip dari setkab.go.id.

Pembengkakan anggaran Pilkada terjadi karena beberapa faktor. Salah satunya ialah adanya sejumlah penyelenggara Pilkada yang memasukkan pembelian kendaraan dinas ke dalam anggaran. Di samping itu dana bantuan sosial (bansos) di sejumlah daerah yang hendak menggelar pilkada juga mengalami peningkatan.

Kenaikan dana bansos dan hibah dalam APBD calon petahana dinilai yang paling berpotensi. Penggunaan dana bansos dan hibah yang tidak terkontrol dapat disalahgunakan untuk kepentingan pribadi petahana. Sementara, beberapa daerah mengalami peningkatan anggaran untuk Pilkada serentak 2015 ini.

Dikutip dari Kompas cetak, ada beberapa daerah yang mengalami kenaikan anggaran untuk menyelenggarakan Pilkada serentak 2015 ini. Provinsi dan DPRD Kalimantan Tengah memperoleh dana anggaran Pilakda senilai Rp 126 miliar.. Sementara di tahun 2010, pemilihan gubernur menelan biaya sekitar Rp 70 miliar.

Di Sulawesi Utara, KPU Sulut mengajukan Rp 200 miliar, namun hanya disetujui setengahnya yaitu Rp 105 miliar oleh DPRD dan Pemprov Sulut. Tercatat di tahun 2010, Pilkada Sulut menghabiskan dana sebesar Rp 90 miliar. Sementara itu di Maluku Utara, KPU Kabupaten Kepulauan Sula pun terpaksa menggunakan anggaran yang disahkan pemerintah daerah, yakni Rp 9 miliar, dari yang diusulkan Rp 14 miliar.

Berikut adalah perbandingan dana perbandingan Pilkada tahun 2010 dan 2015 yang diselenggarakan di beberapa daerah ;

 Pilkada

Penyelenggaraan Pilkada serentak ini disinyalir beberapa pihak mumpuni memberi manfaat dan keuntungan. Apa saja itu?

Efisiensi biaya dan waktu

Pelaksanaan Pilkada yang berbarengan di beberapa daerah ini tentu lebih menghemat waktu dan biaya. Bagi rakyat keuntungan yang diperoleh adalah mereka tidak perlu berulang-ulang pergi ke bilik suara. Pun dari segi biaya, pilkada serentak ini tak perlu menimbulkan banyak tim sukses. Dana kampanye juga sudah dianggarkan oleh pemerintah sesuai kebutuhan masing-masing daerah. Adanya Pilkada serentak ini berarti tak perlu dilakukan pemilihan berkali-kali yang tentunya memakan waktu lama dan biaya yang lebih besar sehingga bisa melakukan penghematan.

Meminimkan tingkat golput

Pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro mengungkapkan bahwa Pilkada serentak mampu meredam tingkat golput di masyarakat. Umumnya masyarakat memilih golput karena bosan menghadapi proses pemilihan berkali-kali. Apalagi jika calon Pilkada terlalu banyak menjanjikan harapan-harapan semu pada rakyat. Pun menurut pengamat politik, Ray Rangkuti, adanya pemilihan serentak ini mumpuni menjaga psikologi pemilih.

Mengurangi konflik sosial

Salah satu implikasi langsung adanya Pilkada serentak ini adalah meminimalisasi kemungkinan konflik sosial akibat ketegangan politik berkepanjangan. Dengan dilaksanakan secara bersama-sama koalisinya akan lebih solid, terarah, dan tentu sedikit banyak didasarkan pada pertemuan isu dan kepentingan substansial.

Pilkada 2015 ini semoga mampu membawa perubahan bagi kesejahteraan rakyat, di samping itu ketahui juga Inilah Kucuran Investasi Dari Kunjungan Kerja Jokowi ke Amerika

 

Komentar