Efek Kenaikan Pajak Bumi Bangunan Bagi Industri Properti
Masyarakat sempat menyambut gembira rencana pemerintah untuk menghapuskan pajak bumi dan bangunan (PBB) yang disampaikan pada awal Januari 2015. Namun, ternyata itu hanyalah angin surga yang bertiup, sebab ternyata pemerintah hanya memberikan penghapusan pajak bumi dan bangunan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Sementara itu, untuk kelompok masyarakat menengah ke atas tetap dipungut pajak dengan melakukan formulasi ulang (reformulasi) nilai jual obyek pajak (NJOP) untuk mendekatkan dengan harga pasar. Bahkan, ada isu bahwa akan ada kenaikan pajak bumi bangunan.
Melihat disparitas nilai yang signifikan antara NJOP dengan harga pasar selama ini, maka nilai obyek pajak akan naik signifikan juga. Apalagi jika rencana penentuan NJOP ada di tangan pemerintah dengan pembagian wilayah menurut zona. Kenaikan pajak bumi bangunan ini akan membuat nilai PBB yang dibayar wajib pajak pemilik properti pun melonjak. Kepemilikan atas properti dalam jumlah yang banyak pun akan menjadi masalah tersendiri.
Berikut ini beberapa dampak riil kenaikan pajak bumi bangunan (PBB) dan NJOP terhadap pasar properti di Indonesia:
1. Pengembang akan merevisi perencanaan proyek-proyek baru untuk menyiasati aturan perpajakan. Menjual rumah berukuran besar dengan lahan yang luas akan membuat produk mereka sulit terjual di pasar. Konsumen akan berhitung, berapa beban pajak yang akan dibayar setiap tahun.
2. Bagi pengembang, unit-unit rumah yang sudah terlanjur dibangun (ready stock) dengan ukuran lahan di atas 100 meter persegi akan sulit dijual meski mereka tetap optimistis produknya akan terserap pasar. Berbeda dengan unit-unit rumah tersebut, lahan dengan luas di bawah 72 meter persegi akan jadi pilihan pembeli.
3. Terjadi anomali pasar ketika rumah-rumah berukuran luas di kawasan elite pusat kota, seperti Menteng, yang dimiliki oleh para ahli waris akan kesulitan membayar pajak. Jalan satu-satunya yang bisa dilakukan adalah menjual rumah itu untuk menghindari tingginya beban pajak.
4. Para investor rumah akan merevisi kembali pola belanja properti mereka. Jika biasanya penuh spekulasi untuk mengejar keuntungan, maka kali ini pola itu akan berubah, sebab semakin banyak rumah yang dikoleksi dalam waktu yang lama, makin tinggi pula beban pajak yang ditanggung, kecuali bagi investor jangka pendek dengan pola hit and run.
5. Perbankan pun akan membuat proyeksi ulang penjualan KPR mereka pada saat kenaikan pajak bumi bangunan dan NJOP. Bahkan, promo dengan bunga paling rendah sekalipun belum tentu akan diserap pasar karena persoalannya terletak pada tingginya PBB.
6. Para pembeli rumah pertama akan menjadi bagian yang paling beruntung dengan kenaikan NJOP dan PBB. Pasalnya, konsumen jenis ini akan memilih lebih banyak pilihan rumah kecil di atas lahan terbatas.
Sejumlah fakta dan analisis seperti dipaparkan di atas akan sangat berisiko bagi pertumbuhan industri properti nasional.
Penulis: Ferdinand Lamak
Foto: Tempo.Co
Sumber: Rumah123