
Inilah Alasan REI Menolak Pajak Penjualan atas Barang Mewah
Menurut Real Estate Indonesia (REI) Pajak Penjualan atas Barang Mewah dapat berpengaruh terhadap melesunya sektor properti.
Tersiarnya wacana pemerintah dalam menetapkan Pajak Penjualan atas Barang Mewah pada properti senilai Rp2 miliar ke atas beberapa bulan lalu menuai penolakan dari beberapa pihak. Kali ini datangnya dari Real Estate Indonesia (REI).
REI menolak Pajak Penjualan atas Barang Mewah secara tegas karena hal tersebut dapat berpengaruh terhadap melesunya sektor properti. Eddy Hussy, Ketua Umum REI berpendapat bahwa jika regulasi tersebut dilaksanakan maka sektor properti akan terbebani pajak penjualan 45 %. Padahal pelaku industri properti masih mendalami kebijakan deregulasi saat ini, jadi sebaiknya tak perlu sosialisasi prematur atas kebijakan yang berpotensi meresahkan pelaku pasar.
“Perinciannya PPN 10%, PPh 5%, PPnBM 20%, Pajak Sangat Mewah 5%, dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sebesar 5%. Ditambah adanya pajak-pajak yang harus ditanggung oleh pengembang sebelumnya, seperti pajak kontraktor (PPN maupun PPh), akuisisi lahan, sertifikat induk, dan sebagainya”, jelasnya.
REI sangat menghargai regulasi pemerintah dan menyadari pentingnya kebijakan Pemerintah untuk mendorong peningkatan penerimaan negara dari sektor perpajakan. Hanya saja jangan sampai regulasi tersebut melemahkan bidang properti. Pasalnya, tahun 2014 para pengembang mengalami perlambatan penjualan properti. Dan dikhawatirkan akan terus bergulir hingga tahun ini karena diterapkannya Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
“Prediksi REI jika rumah seharga Rp2 miliar dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, maka konsumen akan menahan diri untuk membeli properti. Penjualan properti pengembang menjadi terhambat yang berpotensi mengganggu sektor industri lainnya baik yang terkait langsung maupun tidak langsung dengan sektor properti,” ungkapnya.
Eddy pun menambahkan bila pelemahan berlanjut maka akan berdampak pada sektor lainnya selain properti seperti perbankan selaku sektor penunjang properti. Di samping itu berdampak pada pengurangan penyerapan tenaga kerja yang jumlahnya sangat besar.
Sumber : rumah.com
Penulis : Anto Erawan
Komentar