Penjelasan Umum Cara Menghitung Pajak Penghasilan Anda
Tanpa disadari oleh kebanyakan masyarakat, dalam kehidupan sehari-hari masyarakat tak pernah lepas dari kewajiban untuk membayar pajak, mulai dari pajak restoran, pajak kendaraan, pajak bumi dan bangunan, pajak belanja, hingga pajak penghasilan. Kebanyakan pajak cukup mudah untuk dimengerti cara penentuan pajak yang harus dibayarkan, misalkan pajak restoran yang sebesar 10 persen dari nilai pembelanjaan. Namun, tidak demikian dengan pajak penghasilan. Bagi Anda yang pernah mengisi SPT (Surat Pemberitahuan Tahunan) pajak penghasilan, pasti bingung dengan banyaknya angka dan kolom-kolom di lembar tersebut. Karena itu, bagi Anda yang ingin tahu lebih banyak mengenai cara menghitung pajak penghasilan, berikut ini kami berikan penjelasannya.
Skema penghitungan
Penghasilan Bruto setahun
Penghasilan Bruto
_ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ (-)
Penghasilan netto setahun
Penghasilan Tidak Kena Pajak/PTKP
_ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ (-)
Penghasilan Kena Pajak
_ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _
PPh 21 = Tarif x Penghasilan Kena Pajak
Penjelasan
1. Penghasilan bruto setahun
Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap, baik berupa penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur, termasukpula jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, dan jaminan pelayanan kesehatan.
Untuk penghasilan bersifat natura atau kenikmatan lainnya dalam nama dan bentuk apapun, yang termasuk dipotong PPH 21 adalah natura yang diberikan oleh:
a. Bukan Wajib Pajak
b. Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan bersifat final; atau
c. Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed profit).
Sementara itu, berikut ini tidak termasuk dalam pengertian penghasilan yang dipotong PPH Pasal 21 sehingga tidak perlu dikalkulasi dalam menghitung penghasilan bruto:
a) Pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa;
b) Penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dalam bentuk apapun diberikan oleh Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2);
c) Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, iuran tunjangan hari tua atau iuran jaminan hari tua kepada badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja yang dibayar oleh pemberi kerja;
d) Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amal zakat yang dibentuk atua disahkan oleh Pemerintah, atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan;
e) Beasiswa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf l Undang-Undang Pajak Penghasilan.
2. Pengurang penghasilan bruto
a. Biaya jabatan
Sebesar 5% dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya Rp 500.000 sebulan atau
Rp 6.000.000 setahun. Biaya jabatan dihitung dengan mengalikan 5% dengan jumlah penghasilan bruto, apabila dalam satu tahun hasil perkalian tersebut melebihi
Rp 6.000.000 (atau dalam satu bulan melebihi Rp 500.000), maka biaya jabatan yang diperkenankan hanya Rp 6.000.000 atau Rp 500.000, sehingganilai Rp 6.000.000 atau Rp 500.000 tersebut dapat dikatakan sebagai nilai maksimal biaya jabatan.
b. Iuran yang terkait dengan gaji
Iuran yang terkait dengan gaji yang dibayar oleh pegawai kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan atau badan penyelenggara tunjangan hari tua atau jaminan hari tua yang dipersamakan dengan dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.
3. Penghasilan netto
Merupakan angka yang diperoleh dari penghasilan bruto dikurangi dengan pengurang penghasilan bruto
4. Penghasilan Tidak Kena Pajak/PTKP
PTKP ini dimaksudkan untuk memberikan keringanan bagi yang memiliki penghasilan di bawah jumlah tertentu. Kebijakan ini merupakan upaya pemerintah agar pajak tidak memberatkan masyarakat, khususnya bagi yang berpenghasilan rendah. Jika penghasilan netto berada di bawah PTKP, tentu saja tidak perlu dilakukan pemotongan PPH 21 atau dengan kata lain tidak dibebani dengan kewajiban membayar pajak. Besarnya PTKP per tahun adalah sebagai berikut:
a) Rp 15.840.000 untuk diri Wajib Pajak orang pribadi
b) Rp 1.320.000 tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin
c) Rp 1.320.000 tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 orang untuk setiap keluarga.
Terhitung mulai 1 Januari 2013 pemerintah telah menaikkan batas penghasilan tidak kena pajak menjadi:
a) Rp 24.300.000 untuk diri Wajib Pajak orang pribadi
b) Rp 2.025.000 tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin
c) Rp 2.025.000 tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 orang setiap keluarga.
Catatan :
o Perhitungan PTKP 24.300.000 dimulai untuk tahun pajak 2013, untuk sebelum 2013 masih menggunakan 15.840.000
o Bagi karyawati kawin, sebesar PTKP untuk dirinya sendiri (untuk tambahan PTKP karena status kawin dan tanggungan anak-anak biasanya sudah dimasukan ke dalam PTKP suami, sehingga tidak dimasukan lagi ke dalam PTKP istri)
o Bagi karyawati tidak kawin, sebesar PTKP untuk dirinya sendiri ditambah PTKP untuk keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya.
5. Tarif Pajak
Tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi pajak orang pribadi dalam negeri adalah:
a) Penghasilan sampai dengan Rp 50.000.000 dikenakan tarif pajak 5%
b) Penghasilan di atas Rp 50.000.000 sampai Rp 250.000.000 dikenakan tarif pajak 15%
c) Penghasilan di atas Rp 250.000.000 sampai dengan Rp 500.000.000 dikenakan tarif pajak 25%
d) Penghasilan di atas Rp 500.000.000 dikenakan tarif pajak 30%
Perlu diketahui bahwa penggunaan tarif tersebut sifatnya komulatif, tidak langsung merujuk pada satu tarif. Contoh jika penghasilan sebesar Rp 600.000.000 berarti:
5% x Rp 50.000.000 = Rp 2.500.000
15% x Rp 200.000.000 = Rp 30.000.000
25% x Rp 250.000.000 = Rp 62.500.000
30% x Rp 100.000.000 = Rp 30.000.000 (+)
___________
Rp 125.000.000
Dari contoh tersebut dapat terlihat skema perhitungan secara komulatif, jadi penghasilan kena pajak sebesar Rp 600.000.000 tidak langsung dikenakan tarif 30% melainkan dihitung secara komulatif pada setiap lapisan tarif. Jika penghasilan kena pajaknya kurang dari atau sama dengan Rp 50.000.000 maka cukup langsung dikalikan pada lapisan tarif pertama yakni 5%. Jika Anda tidak memiliki NPWP, siap-siap akan dikenakan pemotongan pajak lebih tinggi 20%.
Komentar