Peringkat Ke 7 Se ASEAN: Tingkat Korupsi Di Indonesia Meresahkan
Transparency International (TI) dibentuk pada tahun 1993, dan berperan sebagai lembaga yang mengawasi korupsi di seluruh dunia untuk menolong lebih banyak orang yang merupakan korban dari korupsi. Sejak itu, TI sudah menjadi pelopor dari berbagai gerakan anti korupsi juga mengumpulkan berbagai pihak untuk ikut memberantas korupsi di seluruh dunia.
Salah satu bentuk peran aktif dari TI adalah dengan mengumpulkan data mengenai kasus korupsi. Setiap tahun TI akan mengeluarkan laporan berupa Corruption Perceptions Index (CPI). CPI merupakan hasil dari 13 proses survey yang berbeda dan pengukuran dari 12 institusi yang berbeda di seluruh dunia. Institusi yang terlibat diantaranya adalah World Justice Project, World Bank, dan World Economic Forum.
Untuk hasil CPI tahun 2016, TI menempatkan Indonesia di posisi ke tujuh. Sedangkan dari 176 negara yang menjadi sasaran survey, Indonesia menduduki peringkat ke-90.
Di sektor publik Indonesia, ada dua area utama untuk korupsi, yaitu sektor peradilan dan pelayanan publik. Di sektor peradilan, dapat dilihat bahwa proses penegakan hukum tidak berjalan dengan efektif. Masih banyak pelanggaran hukum yang tidak ditindak dengan tegas. Area korupsi pada sektor ini termasuk ada di pengadilan dan kepolisian. Pada survey Integritas Sektor Publik di tahun 2008 Pengadilan Tinggi menduduki peringkat terendah jika dibandingkan dengan integritas pelayanan publik lainnya di Indonesia. Pengadilan dipandang sering membuat keputusan yang tidak adil dan memungut biaya diatas dari biaya resmi.
Pada sektor pelayanan publik, ditemukan bahwa lebih dari setengah pegawai negeri sipil di Indonesia menerima suap. Bahkan praktek ini merupakan hal yang biasa dan bukan rahasia lagi. Praktek ini juga dilakukan secara terbuka di berbagai tempat. Sehingga seluruh masyarakat pun paham bahwa jika mereka ingin mendapatkan pelayanan, harus menyediakan uang lebih untuk menyuap petugas yang bersangkutan. Ulasan lengkapnya bisa dibaca pada studi ini.
Kerugian yang diderita Indonesia akibat korupsi, di tahun 2012, mencapai Rp 2,13 triliun. Angka ini bisa jadi lebih mengingat korupsi terjadi pada tiap lapisan, bukan hanya pada level birokrasi saja.
Kasus suap bisa mencakup angka yang lebih besar lagi jika menyangkut sebuah badan usaha atau perusahaan. Banyak perusahaan di Indonesia yang khawatir akan permintaan petugas pemerintahan akan uang yang besar, hadiah, atau perlakuan khusus. Semua ini tentunya diluar dari kesepakatan yang dibuat dengan pemerintah.
Korupsi berdampak langsung pada kehidupan masyarakat Indonesia. Mulai dari kualitas bangunan rumah subsidi dari pemerintah yang berkualitas rendah, jalanan rusak yang tidak terbenahi, pendidikan yang sulit terjangkau, proses mendapatkan pekerjaan yang rumit. Parahnya, di Indonesia sudah bukan rahasia lagi bahwa suap menjadi tren setiap ada penerimaan calon pegawai negeri sipil di berbagai daerah, sebagaimana kasus suap CPNS di Bombana, Sulawesi Utara, bulan Januari 2017. Sayangnya, tidak dipungkiri masih banyak orang yang menganggap praktek ini kebudayaan yang “biasa” dan lumrah dilakukan.
Adanya CPI memang tidak serta merta menjadikan pemerintah dan masyarakat bersih dari tindak korupsi. Bahkan negara dengan jumlah tindak korupsi yang kecil pun tidak dapat menangani korupsi yang terjadi secara diam-diam. Namun setidaknya dengan publikasi CPI dari TI ini, makin banyak orang yang sadar dan kritis atas tindak korupsi. Dengan demikian, dorongan untuk menghindari tindakan suap dan korupsi makin kuat karena dilandasi oleh kesadaran ini.
Komentar