Perubahan Peraturan KPR yang Perlu Anda Ketahui
Perubahan dalam peraturan KPR telah digulirkan oleh pemerintah melalui Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Revisi tersebut terkait pemberian subsidi bunga kredit pemilikan rumah (KPR) melalui skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahaan (FLPP) untuk rumah tapak (bukan rusun). Subsidi untuk rumah tapak tetap diberikan dengan syarat, yaitu untuk kawasan atau kota yang penduduknya tak padat.
Subsidi kredit rumah tapak diberikan untuk masyarakat berpenghasilan sampai Rp 4 juta sedangkan subsidi kredit untuk rumah susun untuk masyarakat berpenghasilan sampai Rp 7 juta.
Subsidi kredit perumahan untuk rumah tapak ini hanya boleh diberikan untuk kota kecil dengan jumlah penduduk kurang dari 2 juta jiwa. Sedangkan kota besar seperti Jakarta penduduknya sudah di atas 10 juta jiwa. Dengan terbitnya aturan ini, maka kebutuhan masyarakat berpenghasilan rendah terutama di daerah khususnya di luar Jabodetabek tetap dapat terpenuhi tanpa mengganggu tata ruang wilayah (RTRW).
Dalam peraturan KPR sebelumnya, menteri perumahan rakyat (Menpera) telah menghapuskan subsidi bunga untuk rumah tapak dengan skema pembiayaan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) per 31 Maret 2015. Artinya mulai April kemarin, taka da lagi fasilitas bunga KPR tetap 7.25% selama 15-20 tahun untuk rumah tapak, atau hanya berlaku untuk rumah susun.
Dalam Peraturan Menteri Perumahan Rakyat No. 3 Tahun 2014, disebutkan bahwa subsidi bunga untuk FLPP diperuntukkan bagi pembiayaan rumah susun, tidak lagi rumah tapak. Peraturan itu berlaku efektif mulai 1 April 2015 kemarin.
Salah satu alasan kebijakan perubahan peraturan KPR ini karena ada kekhawatiran konversi lahan produktif seperti pertanian untuk hunian. Selain itu, subsidi KPR untuk rumah tapak di sekitar Jabodetabek hanya memungkinkan MBR bisa membeli hunian jauh dari kota karena harga tanah yang mahal di kota besar.
Beberapa aturan yang mengalami perubahan peraturan KPR terutama pada hitungan Loan-to-Value (LTV). Tentunya aturan tebaru ini mempengaruhi Anda ketika mengambil KPR. Jadi tidak ada salahnya mempelajari secara singkat tentang aturan terbaru ini.
1. Loan-to-Value
LTV adalah besaran jumlah pinjaman (loan) yang bank bersedia berikan berdasarkan nilai pasar property tempat tinggal termasuk rumah tapak, rumahh susun dan rumah toko. Aturan ini berlaku pada bank konvensional mau pun bank syariah. Fungsinya agar masyarakat menyesuaikan kemampuan dirinya saat mengambil KPR, sehingga tidak menyebabkan kredit macet.
2. Bank konvensional dan bank syariah
Khusus untuk bank syariah menyangkut Musyawarah Mutanaqisah (MMQ) dan Ijarah Muntahiya Bittamlik (IMBT). MMQ adalah berkurangnya kepemilikan bank atas suatu properti seiring dengan pembelian bertahap oleh nasabah, IMBT adalah uang muka atau deposito yang nasabah berikan pada bank untuk membeli properti.
3. Besaran LTV
Besarnya fasilitas kredit (FK), atau juga fasilitas pembayaran (FP), tergantung dari dua hal, yaitu; ukuran properti dan jumlah property yang sudah dimiliki. Fasilitas kredit atau juga fasilitas pembayaran yang diberikan bank semakin kecil untuk pembelian rumah kedua, dan seterusnya. Contohnya, jika Anda membeli rumah pertama Anda, dan rumah itu berukuran lebih dari 70m2, bank bersedia membiayai 70% dari harga pasar murah tersebut. Namun, jika ini pembelian ketiga dan seterusnya, bank hanya bersedia membiayai 50% dari harga pasar murah yang Anda ingin beli. Persentase fasilitas kredit antara bank konvensional dan syariah pun berbeda. Sisa pembayaran yang tidak dibiayai oleh bank adalah uang muka yang menjadi tanggung jawab Anda.
Komentar